Sabtu, 08 Mei 2010

Uji Mikrobiologi Pada Nugget Beku

PENDAHULUAN
Masyarakat kota yang umumnya memiliki mobilitas yang tinggi tentu sangat dituntut menggunakan waktu seefisien mungkin. Begitu juga halnya dalam menyiapkan makanan. Sehingga kesempatan ini direspon oleh pasar dengan menyediakan makanan ready to cook (siap masak) dan makanan ready to eat (siap makan. Jenis makanan ready to cook memiliki arti hanya diperlukan sedikit waktu (1-3 menit) untuk menyiapkan makanan tersebut. Contohnya adalah produk-produk instan seperti mi, sardine, dan produk minuman dalam bentuk bubuk. Belakangan juga diproduksi jenis makanan ready to cook dalam bentuk beku. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan mutu gizi dan memperpanjang masa simpan. Pada suhu beku (-8 sampai -18⁰ C) metabolisme mikroorganisme yang mungkin terdapat pada produk beku menjadi sangat lambat sehingga produk beku dapat disimpan lebih lama karena terhindar dari kerusakan mikrobiologi.

Salah satu contoh produk beku ready to cook adalah produk nugget dari daging ayam dan daging ikan. Namun nugget ayam lebih disukai oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini terkait dengan pola makan dan ketersediaan bahan baku daging. Jenis daging yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah: 56 persen daging unggas (terutama ayam), 23 persen daging sapi, 13 persen daging babi, 5 persen daging kambing, dan 3 persen jenis lainnya. Rasa nugget jauh lebih gurih dibandingkan daging ayam atau ikan goreng biasa. Hal tersebut disebabkan pengaruh bumbu yang dicampurkan ke dalam adonan sebelum digoreng. Rasa nugget sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan.

Tidak semua makanan instan rendah gizi. Meskipun tergolong sebagai bahan makanan yang mudah dan cepat dimasak, nugget ayam yang merupakan daging ayam yang diberi bumbu dan pelapis ini sangat kaya protein. Terdapat juga asam amino, lemak, karbohidrat, beberapa jenis vitamin dan mineral. Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi,mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin.

Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100 g. Kadar lemak pada daging berkisar antara 5-40 persen, tergantung pada jenis dan spesies, makanan, dan umur ternak.

Daging juga mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak. Kadar kolesterol daging sekitar 500 miligram/100 gram lebih rendah daripada kolesterol otak (1.800-2.000 mg/100 g) atau kolesterol kuning telur (1.500 mg/100 g).

Kolesterol memegang peranan penting dalam fungsi organ tubuh. Kolesterol berguna untuk menyusun empedu darah, jaringan otak, serat saraf, hati, ginjal, dan kelenjar adrenalin.

Selain itu, kolesterol juga merupakan bahan dasar pembentukan hormon steroid, yaitu progestron, estrogen, testosteron, dan kortisol. Hormon-hormon tersebut diperlukan untuk mengatur fungsi dan aktivitas biologi tubuh. Kadar kolesterol yang sangat rendah di dalam tubuh dapat mengganggu proses menstruasi dan kesuburan, bahkan dapat menyebabkan kemandulan, baik pada pria maupun wanita.

Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin, riboflavin dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C. Hati yang lebih dikenal sebagai jeroan, mengandung kadar vitamin A dan zat besi yang sangat tinggi.

PRODUK NUGGET BEKU
Pada dasarnya nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti (breading). Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan.

Nugget merupakan salah satu bentuk produk beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150 ⁰ C. Ketika digoreng, nugget beku setengah matang akan berubah warna menjadi kekuning-kuningan dan kering. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya.

Bahan Baku dan Peralatan
Bahan baku utama yang dibutuhkan dalam pembuatan nugget ayam adalah daging ayam, khususnya yang berasal dari bagian dada tanpa tulang dan kulit (boneless skinless breast) dan bagian paha tanpa tulang dan kulit (boneless skinless leg).
Bahan baku pembantu terdiri dari minyak nabati untuk menggoreng produk supaya matang, fosfat untuk meningkatkan stabilitas emulsi dan daya ikat air dari daging, air (dalam bentuk air es) sebagai media pelarut dalam pencampuran bahan sehingga menjadi lembut, bahan pelapis (coater) yang terdiri dari batter dan breader.

Batter yang digunakan umumnya berupa susu cair (milkwash) yang berfungsi untuk melapisi daging dan sebagai media perekat bagi breader. Sebelum digunakan untuk melapisi daging, milkwash harus diencerkan dengan air hingga mencapai viskositas (kekentalan) tertentu. Breader merupakan bahan pelapis yang berbentuk granula atau butiran-butiran kasar yang digunakan untuk melapisi produk setelah penambahan milkwash. Breader umumnya berupa tepung roti atau panir.

Bumbu (spices) yang ditambahkan pada pembuatan nugget ayam sangat bervariasi antarprodusen, tetapi umumnya terdiri dari garam dan rempah-rempah. Garam dapur berfungsi sebagai pemberi cita rasa dan pengawet produk. Rempah-rempah yang digunakan merupakan campuran dari bawang putih, bawang merah, ketumbar, lada, dan flavor ayam.

Peralatan utama yang dibutuhkan adalah mincer meat untuk menggiling daging sehingga dihasilkan daging cincang, meat cutter untuk melembutkan dan mencampur daging ayam cincang dengan bahan-bahan penunjang, alat pencetak untuk membentuk potongan-potongan nugget, tangki perebusan untuk memasak adonan nugget yang telah dicetak, shower untuk mendinginkan nugget setelah proses perebusan agar suhu turun dengan cepat, refrigerator untuk menyimpan produk setengah matang hasil perebusan.

Proses Pembuatan
Di tingkat industri, bahan baku nugget umumnya berupa daging ayam beku. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah melakukan proses pelayuan daging (tempering), yaitu dengan cara menaikkan suhu daging dari beku menjadi dingin (chill) di ruang dingin (chill room).

Daging yang telah dilayukan kemudian dicincang dengan alat penggiling (mincer meat) dan diperkecil ukurannya (diperhalus) dengan meat cutter. Hancuran daging selanjutnya dicampur dengan bumbu hingga diperoleh adonan yang tercampur merata. Proses pencampuran tersebut dilakukan pada suhu rendah untuk mempertahankan kualitas adonan.

Adonan yang telah terbentuk kemudian dicetak sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan. Selanjutnya dilapisi dengan susu cair (milkwash) dengan kekentalan tertentu dan ditaburi (coating) tepung roti (breader) hingga permukaannya tertutup rata.

Nugget kemudian dimasak dalam dua tahap, yaitu penggorengan dan pengovenan. Penggorengan dilakukan dengan merendam produk pada minyak goreng panas selama beberapa saat. Hasilnya berupa nugget yang belum mengalami pematangan penuh. Oleh karena itu, nugget harus dilewatkan ke dalam oven melalui konveyor berjalan. Pada tahap ini, nugget diberi uap jenuh panas sehingga mengalami pematangan penuh. Selain untuk mematangkan produk, proses ini juga berguna untuk membantu memperbaiki tekstur pada produk akhir.

Produk yang telah matang kemudian dibekukan dengan mesin pembeku (freezer) sampai membeku sempurna. Suhu pembekuan memegang peran penting terhadap daya simpan nugget. Nugget beku yang dihasilkan kemudian dikemas dengan kantong plastik jenis polyethylene.

PRODUK NUGGET BEBAS PENGAWET

Produk nugget telah dimasak (digoreng) dan dibekukan sebelum dikemas dan didistribusikan dalam kondisi beku. Karena distribusi dan penjualan dalam kondisi beku, maka kerusakan Produk karena pertumbuhan mikroba biasanya tidak terjadi. Kerusakan karena pertumbuhan mikroba tidak menjadi faktor pembatas umur simpan produk dan produk tidak memerlukan pengawet yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba (antimikroba) sehingga produk bisa diklaim bebas pengawet (antimikroba).

Pengawetan nugget disebabkan oleh suhu beku (≤-18°C) yang digunakan untuk penyimpanannya. Pada suhu beku, aktivitas metabolisme, reaksi enzimatis dan kecepatan pertumbuhan mikroba akan menjadi sangat lambat dan pada beberapa mikroba, penyimpanan pada suhu beku menyebabkan kematian sel vegetatifnya.

Kerusakan yang mungkin terjadi pada produk nugget yang disimpan di suhu beku (freezer) selama lebih dari 6 bulan adalah resiko dehidrasi produk dan terjadinya ketengikan produk karena reaksi oksidasi lemak. Dehidrasi produk bisa dicegah dengan menggunakan kemasan yang memiliki integritas yang baik (tidak mudah rusak) pada suhu beku dengan sifat barrier yang baik terhadap uap air. Ketengikan bisa direduksi dengan menggunakan minyak goreng bermutu baik yang mengandung antioksidan (misalnya vitamin E) dan menggunakan kemasan dengan atmosfir yang dimodifikasi (modified atmosphere packaging, MAP). Pada kemasan MAP, oksigen yang merupakan katalisator oksidasi lemak penyebab ketengikan akan dieliminasi dan digantikan dengan gas nitrogen, CO2 atau kondisi vakum sebelum kemasan ditutup.

UJI MIKROBIOLOGI PADA NUGGET BEKU
Berdasarkan proses pengolahan dan komposisi nugget beku, maka uji mikrobiologi yang dapat dilakukan pada produk tersebut adalah sebagai berikut:

1.Uji indicator sanitasi.
Pada uji ini mikroba yang dijadikan indicator sanitasi adalah Enterokoki dan Bifidobacterium. Bifidobacterium merupakan bakteri anaerob yang biasa ditemukan pada produk unggas. Sedangkan Enterokoki adalah kelompok bakteri yang jarang terdapat pada produk unggas sehingga dapat dijadikan indicator sanitasi pada produk unggas. Enterokoki juga dapat bertahan pada pembekuan dan pengeringan sehingga cocok digunakan untuk menguji produk beku.

2.Uji toleransi mikroba terhadap factor-faktor pengolahan.
Uji yang dilakukan adalah uji mikroba tahan panas (thermofilik) untuk mengetahui apakah ada mikroba yang masih bertahan hidup setelah penggorengan dan pengovenan. Selain itu, uji mikroba tahan suhu rendah (psikotrofik) juga perlu di uji untuk mengetahui keberadaan mikroba yang masih hidup setelah pembekuan.

3.Uji mikroba anaerobik.
Produk nugget mengalami proses pengolahan dengan panas dan kemudian disimpan dalam kemasan (beberapa produk dikemas secara vakum). Sehingga perlu diketahui keberadaan bakteri anaerob yang hidup selama penyimpanan.