Sabtu, 08 Mei 2010

Uji Mikrobiologi Pada Nugget Beku

PENDAHULUAN
Masyarakat kota yang umumnya memiliki mobilitas yang tinggi tentu sangat dituntut menggunakan waktu seefisien mungkin. Begitu juga halnya dalam menyiapkan makanan. Sehingga kesempatan ini direspon oleh pasar dengan menyediakan makanan ready to cook (siap masak) dan makanan ready to eat (siap makan. Jenis makanan ready to cook memiliki arti hanya diperlukan sedikit waktu (1-3 menit) untuk menyiapkan makanan tersebut. Contohnya adalah produk-produk instan seperti mi, sardine, dan produk minuman dalam bentuk bubuk. Belakangan juga diproduksi jenis makanan ready to cook dalam bentuk beku. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan mutu gizi dan memperpanjang masa simpan. Pada suhu beku (-8 sampai -18⁰ C) metabolisme mikroorganisme yang mungkin terdapat pada produk beku menjadi sangat lambat sehingga produk beku dapat disimpan lebih lama karena terhindar dari kerusakan mikrobiologi.

Salah satu contoh produk beku ready to cook adalah produk nugget dari daging ayam dan daging ikan. Namun nugget ayam lebih disukai oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini terkait dengan pola makan dan ketersediaan bahan baku daging. Jenis daging yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah: 56 persen daging unggas (terutama ayam), 23 persen daging sapi, 13 persen daging babi, 5 persen daging kambing, dan 3 persen jenis lainnya. Rasa nugget jauh lebih gurih dibandingkan daging ayam atau ikan goreng biasa. Hal tersebut disebabkan pengaruh bumbu yang dicampurkan ke dalam adonan sebelum digoreng. Rasa nugget sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan.

Tidak semua makanan instan rendah gizi. Meskipun tergolong sebagai bahan makanan yang mudah dan cepat dimasak, nugget ayam yang merupakan daging ayam yang diberi bumbu dan pelapis ini sangat kaya protein. Terdapat juga asam amino, lemak, karbohidrat, beberapa jenis vitamin dan mineral. Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi,mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin.

Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100 g. Kadar lemak pada daging berkisar antara 5-40 persen, tergantung pada jenis dan spesies, makanan, dan umur ternak.

Daging juga mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak. Kadar kolesterol daging sekitar 500 miligram/100 gram lebih rendah daripada kolesterol otak (1.800-2.000 mg/100 g) atau kolesterol kuning telur (1.500 mg/100 g).

Kolesterol memegang peranan penting dalam fungsi organ tubuh. Kolesterol berguna untuk menyusun empedu darah, jaringan otak, serat saraf, hati, ginjal, dan kelenjar adrenalin.

Selain itu, kolesterol juga merupakan bahan dasar pembentukan hormon steroid, yaitu progestron, estrogen, testosteron, dan kortisol. Hormon-hormon tersebut diperlukan untuk mengatur fungsi dan aktivitas biologi tubuh. Kadar kolesterol yang sangat rendah di dalam tubuh dapat mengganggu proses menstruasi dan kesuburan, bahkan dapat menyebabkan kemandulan, baik pada pria maupun wanita.

Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin, riboflavin dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C. Hati yang lebih dikenal sebagai jeroan, mengandung kadar vitamin A dan zat besi yang sangat tinggi.

PRODUK NUGGET BEKU
Pada dasarnya nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti (breading). Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan.

Nugget merupakan salah satu bentuk produk beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150 ⁰ C. Ketika digoreng, nugget beku setengah matang akan berubah warna menjadi kekuning-kuningan dan kering. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya.

Bahan Baku dan Peralatan
Bahan baku utama yang dibutuhkan dalam pembuatan nugget ayam adalah daging ayam, khususnya yang berasal dari bagian dada tanpa tulang dan kulit (boneless skinless breast) dan bagian paha tanpa tulang dan kulit (boneless skinless leg).
Bahan baku pembantu terdiri dari minyak nabati untuk menggoreng produk supaya matang, fosfat untuk meningkatkan stabilitas emulsi dan daya ikat air dari daging, air (dalam bentuk air es) sebagai media pelarut dalam pencampuran bahan sehingga menjadi lembut, bahan pelapis (coater) yang terdiri dari batter dan breader.

Batter yang digunakan umumnya berupa susu cair (milkwash) yang berfungsi untuk melapisi daging dan sebagai media perekat bagi breader. Sebelum digunakan untuk melapisi daging, milkwash harus diencerkan dengan air hingga mencapai viskositas (kekentalan) tertentu. Breader merupakan bahan pelapis yang berbentuk granula atau butiran-butiran kasar yang digunakan untuk melapisi produk setelah penambahan milkwash. Breader umumnya berupa tepung roti atau panir.

Bumbu (spices) yang ditambahkan pada pembuatan nugget ayam sangat bervariasi antarprodusen, tetapi umumnya terdiri dari garam dan rempah-rempah. Garam dapur berfungsi sebagai pemberi cita rasa dan pengawet produk. Rempah-rempah yang digunakan merupakan campuran dari bawang putih, bawang merah, ketumbar, lada, dan flavor ayam.

Peralatan utama yang dibutuhkan adalah mincer meat untuk menggiling daging sehingga dihasilkan daging cincang, meat cutter untuk melembutkan dan mencampur daging ayam cincang dengan bahan-bahan penunjang, alat pencetak untuk membentuk potongan-potongan nugget, tangki perebusan untuk memasak adonan nugget yang telah dicetak, shower untuk mendinginkan nugget setelah proses perebusan agar suhu turun dengan cepat, refrigerator untuk menyimpan produk setengah matang hasil perebusan.

Proses Pembuatan
Di tingkat industri, bahan baku nugget umumnya berupa daging ayam beku. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah melakukan proses pelayuan daging (tempering), yaitu dengan cara menaikkan suhu daging dari beku menjadi dingin (chill) di ruang dingin (chill room).

Daging yang telah dilayukan kemudian dicincang dengan alat penggiling (mincer meat) dan diperkecil ukurannya (diperhalus) dengan meat cutter. Hancuran daging selanjutnya dicampur dengan bumbu hingga diperoleh adonan yang tercampur merata. Proses pencampuran tersebut dilakukan pada suhu rendah untuk mempertahankan kualitas adonan.

Adonan yang telah terbentuk kemudian dicetak sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan. Selanjutnya dilapisi dengan susu cair (milkwash) dengan kekentalan tertentu dan ditaburi (coating) tepung roti (breader) hingga permukaannya tertutup rata.

Nugget kemudian dimasak dalam dua tahap, yaitu penggorengan dan pengovenan. Penggorengan dilakukan dengan merendam produk pada minyak goreng panas selama beberapa saat. Hasilnya berupa nugget yang belum mengalami pematangan penuh. Oleh karena itu, nugget harus dilewatkan ke dalam oven melalui konveyor berjalan. Pada tahap ini, nugget diberi uap jenuh panas sehingga mengalami pematangan penuh. Selain untuk mematangkan produk, proses ini juga berguna untuk membantu memperbaiki tekstur pada produk akhir.

Produk yang telah matang kemudian dibekukan dengan mesin pembeku (freezer) sampai membeku sempurna. Suhu pembekuan memegang peran penting terhadap daya simpan nugget. Nugget beku yang dihasilkan kemudian dikemas dengan kantong plastik jenis polyethylene.

PRODUK NUGGET BEBAS PENGAWET

Produk nugget telah dimasak (digoreng) dan dibekukan sebelum dikemas dan didistribusikan dalam kondisi beku. Karena distribusi dan penjualan dalam kondisi beku, maka kerusakan Produk karena pertumbuhan mikroba biasanya tidak terjadi. Kerusakan karena pertumbuhan mikroba tidak menjadi faktor pembatas umur simpan produk dan produk tidak memerlukan pengawet yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba (antimikroba) sehingga produk bisa diklaim bebas pengawet (antimikroba).

Pengawetan nugget disebabkan oleh suhu beku (≤-18°C) yang digunakan untuk penyimpanannya. Pada suhu beku, aktivitas metabolisme, reaksi enzimatis dan kecepatan pertumbuhan mikroba akan menjadi sangat lambat dan pada beberapa mikroba, penyimpanan pada suhu beku menyebabkan kematian sel vegetatifnya.

Kerusakan yang mungkin terjadi pada produk nugget yang disimpan di suhu beku (freezer) selama lebih dari 6 bulan adalah resiko dehidrasi produk dan terjadinya ketengikan produk karena reaksi oksidasi lemak. Dehidrasi produk bisa dicegah dengan menggunakan kemasan yang memiliki integritas yang baik (tidak mudah rusak) pada suhu beku dengan sifat barrier yang baik terhadap uap air. Ketengikan bisa direduksi dengan menggunakan minyak goreng bermutu baik yang mengandung antioksidan (misalnya vitamin E) dan menggunakan kemasan dengan atmosfir yang dimodifikasi (modified atmosphere packaging, MAP). Pada kemasan MAP, oksigen yang merupakan katalisator oksidasi lemak penyebab ketengikan akan dieliminasi dan digantikan dengan gas nitrogen, CO2 atau kondisi vakum sebelum kemasan ditutup.

UJI MIKROBIOLOGI PADA NUGGET BEKU
Berdasarkan proses pengolahan dan komposisi nugget beku, maka uji mikrobiologi yang dapat dilakukan pada produk tersebut adalah sebagai berikut:

1.Uji indicator sanitasi.
Pada uji ini mikroba yang dijadikan indicator sanitasi adalah Enterokoki dan Bifidobacterium. Bifidobacterium merupakan bakteri anaerob yang biasa ditemukan pada produk unggas. Sedangkan Enterokoki adalah kelompok bakteri yang jarang terdapat pada produk unggas sehingga dapat dijadikan indicator sanitasi pada produk unggas. Enterokoki juga dapat bertahan pada pembekuan dan pengeringan sehingga cocok digunakan untuk menguji produk beku.

2.Uji toleransi mikroba terhadap factor-faktor pengolahan.
Uji yang dilakukan adalah uji mikroba tahan panas (thermofilik) untuk mengetahui apakah ada mikroba yang masih bertahan hidup setelah penggorengan dan pengovenan. Selain itu, uji mikroba tahan suhu rendah (psikotrofik) juga perlu di uji untuk mengetahui keberadaan mikroba yang masih hidup setelah pembekuan.

3.Uji mikroba anaerobik.
Produk nugget mengalami proses pengolahan dengan panas dan kemudian disimpan dalam kemasan (beberapa produk dikemas secara vakum). Sehingga perlu diketahui keberadaan bakteri anaerob yang hidup selama penyimpanan.

Selasa, 04 Mei 2010

Easy Private Courses

Masalah Gizi Remaja dan Wanita Muda

Pendahuluan

Membangun sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat meneruskan perjuangan bangsa dan dapat bersaing dengan bangsa lain adalah tantangan yang dihadapi tidak hanya oleh negara maju tapi juga oleh negara berkembang seperti negara kita.Kualitas sumber daya itu sendiri dipengaruhi oleh kesehatan dan pendidikan. Dua hal ini saling terkait satu sama lain. Kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental merupakan syarat berhasilnya pendidikan. Karena hanya dalam kondisi sehat lah kita dapat menuntut ilmu dan menerapkannya Sedangkan mutu pendidikan yang baik akan mendorong peningkatan status kesehatan seseorang. Karena mutu pendidikan yang baik akan berimplikasi pada meningkatnya pendapatan di sampng pengetahuan yang baik mengenai perlunya pemenuhan gizi seimbang. Sehingga daya beli dalam rangka pemenuhan gizi tersebut dapat meningkat. Terkait dengan kelanjutan pembangunan, maka sesungguhnya kita sedang membicarakan generasi muda. Generasi muda adalah generasi penerus perjuangan bangsanya. Akan bagaimana nasib bangsanya di masa depan, generasi muda saat ini lah jawabannya.

Menyiapkan generasi muda dalam hal ini adalah remaja yang siap untuk meneruskan estafet pembangunan dan bersaing dalam skala global bukan hal yang mudah. Salah satu faktor yang menjadi penghalang terciptanya generasi penerus yang unggul yakni masalah gizi. Karena kekurangan gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan. Remaja yang terpenuhi dengan baik kebutuhan gizinya tentu akan tumbuh sehat, dapat menggunakan daya pikir dengan optimal, sehingga dapat berproduktifitas dengan maksimal. Dan sebaliknya jika remaja kurang konsumsi gizinya maka dia akan sering sakit, daya pikir tidak berkembang, sehingga tidak dapat berproduktifitas dengan baik sebagaimana mestinya. Masalah gizi pada remaja tentunya juga akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat karena remaja tidak lain adalah bagian dari masyarakat juga. Dampak negatif itu antara lain turunnya konsentrasi belajar, resiko melahirkan bayi BBLR, dan penurunan kesegaran jasmani. Lalu bagaimana remaja dengan kondisi seperti ini akan membangun bangsanya. Begitu juga dengan wanita usia muda atau wanita usia subur (WUS). Merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam usaha pembangunan bangsa. Mengingat jumlahnya yang cukup besar sehingga pemberdayaan yang baik dari jumlah yang cukup besar ini tentu akan sangat membantu proses percepatan pembangunan. Untuk itu perhatian terhadap kesehatan kelompok ini juga tidak kalah pentingnya.

Sudah sekitar tiga puluh tahun pemerintah melalui program pembangunan jangka panjang berusaha memperbaiki masalah gizi utama yang terjadi di Negara ini seperti Kekurangan Vitamin A, Kekurangan Energi Protein, Gangguan Akibat Kurang Yodium dan Anemia Gizi Besi. Walaupun berhasil melakukan perubahan, namun perubahan tersebut dinilai lamban Keadaan ini menyebabkan Indonesia mengalami beban ganda masalah gizi yaitu gizi kurang belum sepenuhnya diatasi, gizi lebih sudah menunjukkan peningkatan.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas tadi, tentang pentingnya menyiapkan generasi muda yang sehat yang akan melanjutkan pembangunan nantinya maka masalah gizi harus mendapat perhatian serius untuk segera diatasi. Masalah ini tentunya akan lebih mudah diatasi jika semua pihak masyarakat, swasta dan pemerintah mau bekerja sama. Akan sulit mengatasi masalah ini jika hanya berharap pada pemerintah, karena tenaga kesehatan masih kurang belum lagi masih banyak masalah lain yang juga cukup penting sehingga pemerintah tidak bisa terlalu fokus pada masalah gizi ini saja.

Tujuan
Untuk mengethahui masalah gizi yang terjadi pada remaja, dampak, dan penyebabnya serta solusi untuk mengatasi dan mencegahnya.

Pembahasan

Masalah Gizi Remaja dan Wanita Muda
Masalah gizi bukan hal yang terjadi secara tiba-tiba (akut). Masalah gizi merupakan hal yang terjadi dalam proses waktu yang lama bahkan menahun (kronis). Masalah gizi ini sulit terdeteksi sejak dini. Kita tidak akan langsung mengetahui bahwa seorang ibu hamil kekurangan zat besi, bayi terganggu pertumbuhannya dan anak sekolah yang kesulitan menyerap pelajaran karena kekurangan yodium. Sehingga yang perlu dilakukan adalah upaya preventif.

Setiap kelompok umur: bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan manula tidak terlepas dari masalah gizi. Bahkan masalah gizi ini dapat bersifat intergenerational impact. Artinya masalah gizi pada kelompok umur tertentu dapat mempengaruhi siklus hidup selanjutnya. Misalnya proses kehamilan akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan bayi nantinya. Sehingga penting sekali memenuhi kebutuhan gizi selama proses kehamilan ini. Namun kesehatan selama kehamilan juga terkait pada kesehatan sebelum kehamilan yakni pada saat remaja atau usia sekolah.

Ada dua hal yang terkait dengan masalah gizi yang dialami oleh remaja dewasa ini. Pertama, tidak seimbangnya konsumsi makanan dengan kebutuhan tubuh baik konsumsi kurang sehingga menyebabkan remaja menjadi kurus maupun konsumsi berlebih sehingga menyebabkan obesitas. Remaja adalah masa dimana banyak sekali terjadi perubahan pada diri manusia. Pada masa ini terjadi perubahan fisik yang signifikan akibat adanya ekspresi hormon tertentu yang dihasilkan oleh tubuh kita. Perubahan fisik tersebut seperti perubahan suara, menjadi bidangnya dada, melebarnya pundak dan tumbuhnya kumis dan janggut pada laki-laki sedangkan pada perempuan seperti membesarnya pinggul dan menstruasi. Selain itu juga terjadi perubahan secara emosional. Pada remaja akan timbul rasa ingin mendapat pengakuan dari lingkungannya dan mulai mencari jatidiri bahwa siapakah dia sebenarnya. Perasaan ini akan membuat mereka berusaha mencari pergaulan yang cocok menurut mereka dimana mereka bisa diakui dan berusaha mencontoh tingkah laku orang yang menurut mereka juga pantas untuk mereka contoh.

Terjadinya perubahan fisik dan emosional tadi tentu akan berpengaruh pada kebutuhan mereka akan gizi. Dimana kebutuhan itu akan meningkat karena pada masa remaja ini mereka akan banyak melakukan aktifitas dan pertumbuhan tubuh berlangsung sangat cepat. Sedangkan kita ketahui bahwa setiap aktivitas membutuhkan energi yang cukup begitu juga dengan proses pertumbuhan tubuh kita dimana sel melakukan pembelahan sehingga jika makanan yang mereka konsumsi tidak sesuai dengan energi yang mereka gunakan untuk beraktifitas maka tubuh akan menanggung beban yang berat dan dapat jadi `pencuri` pada dirinya sendiri. Jika tidak tersedia sumber energi dari karbohidrat yang cukup, maka tubuh akan menggunakan cadangan lemak pada tubuh kita. Jika lemak tidak mencukupi maka tubuh akan menggunakan protein pada tubuh padahal protein ini sendiri juga dibutuhkan untuk banyak keperluan seperti mengganti sel yang rusak, pertumbuhan, enzim, hormon, hemoglobin. Begitu seterusnya tubuh kita akan terus menggerogoti cadangan energi lainnya yang ada pada tubuh kita jika kita tidak mengkonsumsi nutrisi yang mencukupi kebutuhan energi kita. Sehingga menjadi penyebab rendahnya IMT dari yang seharusnya (Kurus,IMT<18,5). Namun, di Indonesia telah terjadi masalah gizi ganda pada remaja (double burden). Di satu sisi terjadi masalah gizi karena kekurangan nutrisi, di sisi lain terjadi masalah gizi karena konsumsi makanan yang berlebih. Fakta ini bahkan telah tampak jelas di 27 propinsi pada tahun 1996/1997. Tidak hanya terjadi di perkotaan, tapi juga terjadi dipedesaan. Berdasarkan hasil analisa HKI tentang double burden ini, IMT<18,5 terjadi pada remaja. Seiring bertambahnya usia kasus ini berubah menjadi naiknya IMT menjadi > 25 bahkan menjadi > 27 (obesitas). Hal ini terjadi terutama pada usia 30 tahun keatas. Dan lebih ekstrim terjadi pada perempuan. Gejala ini juga terjadi di daerah kumuh perkotaan dan pedesaan. Hanya saja jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang terjadi di ibukota propinsi.

Dalam 19 tahun terakhir terjadi pergeseran proporsi kematian yang tinggi dari kelompok usia muda ke kelompok usia tua, pergeseran perubahan penyakit penyebab kematian, kematian karena penyakit infeksi menurun, kematian karena penyakit degeneratif dan pembuluh darah meningkat hingga 2-3 kali lipat. Kegemukan dan obesitas merupakan salah satu yang dapat mengakibatkan sesorang terkena penyakit karena degeneratif dan pembuluh darah. Kegemukan dan obesitas itu umumnya terjadi karena perubahan gaya hidup dan konsumsi makanan yang tinggi karbohidrat, lemak, dan garam namun rendah serat dan kurang olahraga karena mobilitas yang tinggi sebagi usaha untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya.

Pada WUS, selain kasus double borden ini, baik kekurangan energi kronis (KEK) maupun obesitas. Juga terjadi kasus AGB (Anemia Gizi Besi). AGB ini ditemukan pada 40% ibu hamil. Sedangkan KEK ditemukan pada WUS (15-29 tahun) sekitar 16.3 % namun persentase ini cenderung turun tiap tahunnya. Kasus KEK akan lebih besar proporsinya pada usia 15-29 tahun dan akan menurun seiring bertambahnya umur. Ironisnya, jika kasus KEK ini terjadi WUS dan berlanjut pada proses kehamilan maka bayi yang ada dalam rahim akan terpengaruh dan akan berisiko melahirkan bayi BBLR. Lebih lanjut akan menjadi masalah pada pertumbuhan anak saat balita.

Perubahan emosional juga punya peran terhadap masalah gizi yang terjadi pada remaja meskipun tidak secara langsung. Hal ini dapat diakibatkan oleh perilaku tidak sehat yang mereka lakukan akibat dari pengaruh lingkungan. Misalnya saja jika di lingkungan tempat mereka bergaul mayoritas adalah perokok, peminum minumam beralkohol, dan terjadi pergaulan bebas kemungkinan besar mereka juga akan terpengaruh. Karena perubahan emosional tadi membuat mereka ingin mendapat pengakuan dari lingkungannya sehingga mereka akan cenderung mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang ada dilingkungannya tersebut. Belum lagi kondisi emosional pada saat remaja sangat labil sehingga mudah terpengaruh dan punya rasa ingin tahu yang besar terhadap hal baru. Dan tentu saja kebiasaan merokok, minum minuman keras dan seks bebas tadi tidak baik bagi kesehatan remaja. Karena dapat mengganggu penyerapan zat gizi pada tubuhnya sekaligus memberi racun pada dirinya sendiri. Dan ini tentunya akan berimpilikasi pada masalah gizi juga.

Solusi terhadap masalah gizi remaja dan wanita usia muda
Lebih dari 50% penduduk Indonesia saat ini tinggal di pedesaan dan daerah sulit. Untuk itu kepada mereka perlu di berikan bantuan kredit untuk mengembangkan usahanya dan di bantu dalam pemasarannya dengan begitu kesejahteraan mereka akan lebih baik. Krisis ekonomi telah banyak berdampak kemiskinan. Sekarang ini masih ada lebih kurang 38 juta penduduk miskin ( azrul azwar; 2004). Sehingga membuat daya beli masyarakat menurun dan tidak mampu mencukupi kebutuhan gizi yang tentunya akan berpengaruh pada siklus kehidupan seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya.

Kasus gizi buruk yang terus meningkat mengindikaskan rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Sebagai solusi, perlu dilakukan program jaring pengaman sosial seperti pemberian suplementasi yang tepat sasaran, tepat waktu dan dengan kualitas yang baik. Hal ini juga dapat berfungsi sebagai gerakan preventif terhadap kemungkinan masalah gizi yang akan terjadi.

Tingkat pendidikan juga memiliki pengaruh pada masalah gizi. Tingkat melek huruf di Indonesia sekitar 90% namun tidak berimplikasi pada berkurangnya kasus gizi buruk. Berati masih kurang tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan kurangnya pengetahuan mereka tentang bagaimana menjaga kesehatan sendiri dan lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dalam skala nasional tentang bagaimana upaya meningkatkan kesehatan keluarga dan pentingnya menjaga kesehatan karena harga yang akan kita bayar untuk mengobati penyakit akan lebih mahal daripada biaya untuk menjaga kesehatan kita. Karena ketika sakit kita tidak dapat bekerja seperti biasanya sehingga produktivitas menurun belum lagi masalah tersebut akan berdampak pada orang lain misalnya keluarga yang merawat kita atau bisa juga pada rekan kerja kita yang pekerjaannya terhambat karena tugas yang harusnya kita kerjakan dibebankan kepada mereka.

Kesimpulan dan Saran
Masalah gizi yang dominan terjadi pada remaja dan WUS antara lain Kekurangan Energi Kronis, obesitas, dan anemia gizi besi. Masalah ini bersifat intergenerational impact yakni masalah gizi pada salah satu bagian dari siklus kehidupan akan berdampak pada siklus kehidupan yang lainnya. Secar umum masalah gizi ini dapat terjadi karena tidak seimbangnya konsumsi makanan dan karena perilaku negatif seperti merokok, minum minuman keras dan seks bebas.

Untuk mengatasi masalah ini maka diperlukan kesadaran dari remaja itu sendiri tentang pentingnya menjaga kesehatan dan cara pemenuhan gizi yang baik. Peran orang tua dalam rangka usaha untuk memenuhi gizi anaknya. Peran pemerintah dal;am upaya meningkatan kesejahteraan keluarga sehingga kualitas hidup meningkat dan pada akhirnya dapat memperbaiki kualitas kesehatannya.

Daftar Pustaka

Azwar, A. 2007. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang. www.bainkomsu.go.id

Hermawan, doni. 2003. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Energi Kronis Pada Wanita Usia Subur Di Propinsi NTT . www.youngstatistician.com

Maas, L.T. 2003. Masalah Gizi Dalam Kaitannya Dengan Ketahanan Fisik dan Produktifitas Kerja. www.usu.ac.id

Permaisih. 2003. Status Gizi Remaja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. www.balitbangkes.or.id